Makan besar….atau makan berkah ?

Dalam buku “Peran dan Nilai Moral Dalam Perekonomian Islam” karya DR. Yusuf Qardhawi, dituliskan bahwa “Sebagian ulama salaf berkata,”Allah telah mengumpulkan semua ilmu pengobatan ( ilmu kedokteran ) pada setengah dari ayat: “Makan dan minumlah dan janganlah berlebih – lebihan ( Al – A’raf 31 )”. Ini merupakan prinsip dari pengobatan preventif. Sering dikatakan bahwa satu dirham untuk penjagaan lebih baik dari pada uang banyak untuk penyembuhan.

Nah, satu lagi fenomena yang diamati dalam masyarakat perkotaan adalah semakin mewahnya makanan berbuka puasa. Dengan alasan bahwa buka puasa itu harus dengan makanan terbaik, maka berbuka puasa menjadi diada – adakan, dipermewah, diperbanyak, supaya buka puasa jadi lebih nikmat. Buka puasa menjadi makan besar. Padahal tuntunan Islam dalam hal sahur dan berbuka puasa sangat sederhana :

1. Makan sahur dan mengakhirkannya, sesuai sabda Nabi: “Makan sahurlah kalian karena di dalam sahur ada barakah.” (HR. Al-Bukhariy no.1923 dan Muslim no.1095)

2. Berbuka puasa dengan ruthab (kurma yang sudah matang), jika tidak didapatkan boleh dengan tamr (kurma yang belum sampai ruthab), jika itupun tidak diperoleh maka dengan air, menyegerakan berbuka tatkala telah jelas benar tenggelamnya matahari, berdasarkan sabda Nabi: “Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selagi mereka menyegerakan berbuka puasa.” (Muttafaqun ‘alaih dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idiy)

Salah satu hikmah puasa adalah menyehatkan badan, akan tetapi karena kebiasaan masyarakat Indonesia untuk makanan istimewa pada saat berbuka, tanpa mempertimbangkan nilai gizi dari makanan tersebut, maka justru pada tahun – tahun belakangan ini terdapat peningkatan kasus penyakit paska Idul Fitri.

Penyakit ini dikarenakan pola makanan yang tidak baik selama bulan Ramadhan, bukan karena kurang makan, akan tetapi karena terlalu banyak makan dengan kandungan kolesterol, gula, dan karbohidrat yang tinggi.

Tidak heran apabila kemudian muncul keluhan kolesterol tinggi, darah tinggi, diabetes, dan penyakit jantung justru setelah sebulan berpuasa dan Idul Fitri. Keluhan yang tergolong ringan adalah gangguan cerna, keluhan kenaikan berat badan, sampai rasa tak enak perut, begah dan gangguan lambung setelah berbuka puasa.

Mungkin diantara kita masih makan kalap saat berbuka puasa, beribadah seharian menahan lapar dan haus, tapi saat berbuka puasa justru kita berbuat dzalim pada badan sendiri, menjauhi adab berpuasa tuntunan agama. Yang pada akhirnya, malah mengundang penyakit pada diri sendiri.

Beberapa hadist ini mungkin bisa menggugah kesadaran dalam diri kita :

Diriwayatkan dari Ja’adah al Jasymi ra ia berkata, “Saya melihat Nabi SAW menunjuk perut seseorang yang gemuk dengan tangannya, seraya berkata, “Seandainya ini tidak di tempat ini niscaya lebih baik bagimu”

Imran bin al – Hushain meriwayatkan dari Nabi SAW “Sebaik – baik abad adalah bad generasiku, kemudian abad generasi selanjutnya, kemudian abad generasi selanjutnya, kemdian datang setelah mereka suatu kaum ( generasi ) yang gemuk – gemuk dan menyukai kegemukan…”

Berbuka puasa bukan makan besar, berbuka puasa adalah makan yang berkah. Dan berlebihan makan sampai mengundang penyakit dan membuat diri sakit bukan tujuan dari berpuasa Ramadhan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *