Menikah, Lho Kok Begini ?

Salah satu hal yang menjadi cobaan pertama dalam pernikahan adalah adanya perbedaan antara bayangan ideal dan kenyataan. Saat sudah menikah, apalagi suami istri yang tidak tinggal berjauhan atau LDR, maka 24 jam sehari semalam itulah saat interaksi. Mungkin terpisah sekian jam saat salah satu atau dua – duanya bekerja, akan tetapi itulah interaksi paling intens dari 2 orang manusia. Semua akan terlihat. Maka itu tak sembarangan orang mengucapkan “Selamat memasuki hidup baru”, karena itulah yang sesungguhnya terjadi.

Mungkin ada kebiasaan keuangan dari pasangan yang terlihat lucu dan menggemaskan pada saat pedekate. Tapi jadi begitu mengganggu dan mengesalkan pada saat sudah menikah. Tampilan suami yang selalu mengesankan, trendy, dan mempesona itu ternyata didapatkan dari kegemaran berbelanja barang bermerek, menggunakan jasa penata rambut dan sedikit anti matahari 🙂 Istri yang begitu cantik mempesona, sampai membuat teman – teman lain iri atas keberuntungan dapat mempersuntingnya, ternyata datang dengan daftar belanjaan yang panjang : shopping, perawatan tubuh, kunjungan ke dokter kulit, kosmetik impor, perawatan rambut ke salon dan lain – lain.

Atau ada juga yang begitu terkesan dengan demikian rapihnya calon istri / calon suami dalam hal keuangan, ternyata setelah menikah merasa bahwa suami / istri ternyata sedikit pelit. Ingat anekdot suami harus menyembunyikan uang di kaos kaki ? Masih ada lho jaman sekarang…hehehe. Maka kemudian muncul uang laki2 dan uang perempuan. Lalu mulai punya 3 track keuangan dalam keluarga. Masing – masing jalur jalan sendiri. Terbayangkah bagaimana keuangan keluarga kira – kiranya ? Hidup bersama, tapi kehidupan keuangan terpisah masing – masing. Harus reality check, ya….kecuali ada perjanjian pranikah, setelah menikah maka kehidupan keuangan suami istri terikat satu sama lain menurut hukum. Banyak kasus yang muncul akibat ketidakterbukaan.

Atau ada pula yang begitu terkesan dengan calon suami / istri yang begitu murah hati, penuh belas kasihan pada siapa saja yang membutuhkan. Setelah menikah, ternyata timbul ketegangan karena salah satu pihak memandang pihak lain terlalu berat sebelah dalam membantu anggota keluarga atau keluarga besarnya, sampai mengabaikan kepentingan keluarga intinya.

Ini adalah kenyataan – kenyataan yang mungkin muncul, yang berbeda dengan bayangan ideal dalam pernikahan yang masing – masing impikan. Apakah dengan adanya hal – hal ini berarti pernikahan harus berkurang keindahannya ? Oh, tidak sama sekali. Masalah insya Allah ada jalan keluarnya. Dan kita ingat sekali lagi, bahwa kemampuan untuk hal keuangan ini adalah hal yang harus dipelajari dan bisa dipelajari. Jadi, jangan khawatir. Selalulah berpikiran positif.

Saat kenyataan tidak sesuai dengan bayangan, apa yang harus dilakukan ? Berikut ini hal – hal yang bisa dipertimbangkan :

#1. Terima kenyataan, sikapi dengan tenang.
Tidak usah panik. Ingat, setiap masalah insya Allah ada solusinya.
#2. Pilih Masalah Yang Penting
Dari sekian banyak hal keuangan yang mengesalkan yang ditemui setelah menikah, pilih hal yang paling penting dan urgent untuk diselesaikan. Tidak semua masalah harus diselesaikan saat ini, sekarang, sampai tuntas licin tandas. Ada proses penyelesaian masalah.
#3. Sadari Bahwa Menikah Libatkan 2 Orang
2 kepala beda dengan 1 kepala. Bekerjasamalah. Saling mendengarkan dengan baik. This is still early in the game 🙂 Jangan cepat terpancing emosi
#4. Pengaruh Latar Belakang Keuangan
Suami dan istri datang dari latar belakang keuangan yang berbeda. Pahami dan mengerti hal tersebut. Perilaku yang ditunjukkan oleh suami atau istri adalah hasil dari bentukan pola asuh, pengalaman dan pendidikan yang berbeda. Temukan titik temu, jangan besar2kan perbedaan, apalagi yang tidak esensial
#5. Bila Perlu, Mundur Selangkah
Mundur selangkah disini adalah, bukan mundur dari pernikahan, ya. Naudzubillah. Jangan sampai. Dari tahun 2005 – 2010, angka perceraian di Indonesia naik sampai 70 persen seperti yang dikutip oleh salah satu artikel di harian Republika : Angka Perceraian Pasangan di Indonesia Naik 70 Persen, dimana perceraiaan karena masalah ekonomi menduduki peringkat 3 dalam kasus perceraian.
Mundur selangkah yang dimaksud adalah, apabila saat pranikah belum sempat membicarakan tentang keuangan, maka ada baiknya untuk duduk bersama dan membicarakan hal tersebut.

Tanyakan hal – hal yang perlu ditanyakan, kali ini mungkin jauh lebih tidak sungkan dibanding saat pranikah, karena kondisi yang sudah sah menikah, ya. Pertanyaan apa saja yang perlu ditanyakan, bisa merujuk pada salah satu tulisan bahasan #pranikah : Tanya Apa Aja Ya ? ( Pertanyaan Pranikah )

Ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan, maka disitulah terbuka peluang untuk interaksi yang lebih dalam lagi bagi #pasutri untuk saling mengenal. Insya Allah, apabila disikapi dengan baik, kenyataan yang mengesalkan justru jadi hikmah yang menguatkan #pasutri.

One comment Add yours

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *