Hari Raya Idul Adha sebentar lagi, saatnya bersiap untuk berikan kurban terbaik tahun ini. Dari tahun ke tahun, kita berupaya agar kurban kita semakin baik, semakin ikhlas, semakin siap dan semakin paham maknanya. Pada akhirnya, semua bermuara pada pengabdian kita pada Allah, mengharap hanya ridhoNya dalam setiap ibadah yang kita kerjakan.
Tak bosan – bosan setiap tahun pun selalu saya menulis tentang persiapan kurban, karena pada kenyataannya banyak yang pada waktunya tidak siap berkurban. Bukan memang tidak bisa, akan tetapi tidak sanggup karena memang tidak menyediakan ruang yang cukup yang ikhtiar berkurban. Kurban selalu dianggap peristiwa dadakan, padahal ini kewajiban kita sebagai muslim yang memiliki kemampuan. Berbagai hadis mengupas keutamaan berkurban, juga konsekuensi bagi yang sebenarnya mampu tapi enggan untuk berkurban karena berbagai alasan.
Ruang ikhtiar ini bukan hanya berhenti di niat saja, walaupun memang niat adalah awal dari segalanya. Nilai pahala kita bergantung pada niat. Dan niat baik sudah Allah beri ganjaran pahala, apakah lagi apabila niat itu kita iringi dengan ikhtiar perbuatan.
Sering klausul “apabila mampu” menjadi exit yang terlalu mudah bagi ikhtiar kita dalam berupaya maksimal. Kata – kata “apabila mampu” hendaknya dipahami sebagai bentuk kasih sayang dan keadilan Allah yang sungguh sangat memahami berbagai macamnya keadaan manusia di dunia. Akan tetapi, ‘apabila mampu” juga perlu disikapi dengan tindakan nyata berupaya semaksimal mungkin memampukan diri kita agar bisa memenuhi apa yang menjadi perintah Allah.’
Ruang ikhtiar yang kita buat terlalu sempit, misalnya ingin berkurban tapi tidak merencanakan dari jauh – jauh hari. Keinginan hati, ingin berkurban untuk seluruh keluarga dengan kurban terbaik dan termahal, akan tetapi enggan untuk mulai berikhtiar merencanakan, mengatur keuangan dan giat mencari rejeki untuk memenuhinya. Ini yang saya sebut ruang ikhtiar yang kita buat sempit.
Sepatutnya ruang ikhtiar itu kita buka selebar – lebarnya, mengimbangi niat kita yang insya Allah selalu ingin berbuat yang terbaik dalam memenuhi seruanNya dan meraih ridhoNya. Dalam hal sesuatu hal terjadi pun yang kemudian menyebabkan kita gagal berkurban, Allah sudah melihat ikhtiar kita yang maksimal untuk memenuhi seruannya….
Kita semua di hati kecil yang terdalam mengetahui kemampuan kita untuk memenuhi seruanNya. Kita yang mengetahui dengan pasti dimana batas kemampuan kita untuk berikhtiar maksimal. Dan dalam menyikapi kemampuan, hendaknya kita tidak terlalu mudah untuk menyerah dan mengatakan tidak mampu. Masih ada anggaran yang bisa untuk direalokasi utk mempaukan berkurban, masih ada kegiatan jalan – jalan mingguan yang sebenarnya bisa kita alihkan untuk tabungan kurban. Masih bisa kita mengirit di sana sini, yang kalau dikumpulkan minimal bisa senilai kambing yang terbaik. Masih bisa menunda membeli gadget terbaru demi kurban yang lebih baik tahun ini. Ruang ikhtiar itu terbuka sangat lebar.
Saat Allah berikan kelonggaran “apabila mampu” dalam memenuhi perintahnya, kalau kita lebarkan ruang ikhtiar, kita berikan cukup waktu bagi kerja kita mewujudkan niat kita, maka insya Allah dalam berkurban tahun ini, kita bisa berikan yang terbaik. Kita bisa memampukan diri , setelah sekian banyak nikmat yang Allah curahkan pada kita selama ini. Dengan lirih kita bisa berkata “Ya, Allah, atas ridhoMu memampukan hamba berikhtiar, inilah kurban terbaik hamba untuk tahun ini. Terimakasih, ya Rabb”….