Sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2011, saya bekerja di salah satu dana pensiun terbesar di Indonesia sebagai manajer investasi khusus investasi saham di bursa. Tugas saya adalah memastikan bahwa portofolio dikelola dengan baik, memberikan perintah penjualan dan pembelian saham di bursa untuk portofolio yang saya kelola, memenuhi target pengelolaan yang berupa return, maupun growth dari portofolio.
Saya dan teman – teman seprofesi yang bergerak sangat berdekatan dengan jantung investasi pasar keuangan, biasa mempunyai istilah yang kami sebut “dapur”. Dapur ini adalah tempat dimana investasi kami dikelola. Merupakan istilah general untuk dealing room tempat kami secara fisik berinteraksi dengan market maupun portofolio investasi yang kami kelola, yang berisi satu macam atau kombinasi berbagai macam instrumen investasi.
Kami “meramu” investasi itu seperti seorang koki meramu masakan dari berbagai bahan yang terbaik, untuk kemudian menyajikan hidangan untuk orang banyak. Tentu saja racikan tersebut harus jelas apa saja bahannya, diolah dengan cara yang baik dan memberikan keterangan yang tepat kepada konsumen. Kalau memang masakannya pedas, maka harus diinformasikan pedas. Tidak boleh pedas dikatakan manis 🙂 Kalau memang produk investasinya beresiko, harus diinformasikan apa saja resikonya, tidak boleh ditutup – tutupi.
Pengalaman sebagai “koki” di “dapur” investasi ini merupakan pengalaman yang sangat membantu saya untuk menilai produk – produk investasi yang banyak sekali bermunculan sekarang ini. Sebagai seorang financial advisor / financial planner saat ini, pertanyaan tentang produk investasi merupakan pertanyaan yang paling sering saya hadapi dalam sesi training atau seminar saya.
Semua orang ingin berinvestasi, ingin untung dari investasi, sering tergiur oleh iming – iming bahwa investasi tersebut menguntungkan , tapi seringnya, lupa darimana hasil yang konon dijanjikan itu datang dan apakah hasil tersebut logis. Apa dan dimana “dapur” dari investasi tersebut sering diabaikan. Padahal hal itu sangat penting.
Saya beri contoh mudahnya, kalau kita analogikan produk investasi sebagai hidangan, maka kalau bahan – bahannya adalah sayur – sayuran, udang, cumi – cumi, baso ikan, maka hidangan yang mungkin terhidang di meja adalah Capcay Goreng, Capcay Kuah, dan sejenisnya. Tidak mungkin ujug – ujug yang terhidang adalah Kepiting Saus Padang 🙂 Jadi apa bahan dari hidangan tersebut dan hidangan yang kemudian tersaji, harus sesuai.
Contoh lain lagi misalnya kalau dengan uang Rp. 5000 anda dijanjikan akan mendapatkan 1 porsi Kepiting Saus Padang berisi 2 ekor kepiting yang besar – besar. Kalau ini misalnya terjadi saat anda mengunjungi salah satu restauran, pastinya anda bertanya “Beneran nih ? Serius cuma Rp. 5000 ?” Hal yang sama pun harus anda tanyakan kalau misalnya ada produk investasi yang dengan cara yang ( terlalu ) mudah dan murah, tapi kemudian menjanjikan hasil yang fantastis.
Kadang banyak orang lupa menjadi kritis pada penawaran investasi, karena sudah terlanjur tergiur dengan keuntungan. Logika diabaikan, yang penting dapat untung, tidak peduli darimana asal keuntungan tersebut dan apakah. Boro – boro terpikir untuk menelisik lebih jauh dimana “dapur” investasi itu. Inilah yang seringkali terjadi pada penawaran investasi yang kemudian ternyata merupakan investasi bodong.
Nah, atau misalnya ada produk investasi yang menjanjikan atau mengindikasikan bahwa keuntungan atau return yang akan didapatkan kan adalah sekian dan sekian persen. Ini juga perlu ditanyakan “dapur”nya apa ? Setiap instrumen investasi mempunyai kisaran rata – rata return yang bisa dihasilkan. Memang mungkin dalam tahun – tahun tertentu ada peningkatan yang luarbiasa, tapi biasanya rata – rata performance yang diambil secara moderat adalah performance selama 5 – 10 tahun.
Jadi kalau misalnya “dapur”nya adalah bursa saham dan isi portofolio adalah saham, maka yang diambil sebagai patokan untuk menilai apakah return yang dijanjikan adalah wajar atau tidak adalah performance bursa saham 5 – 10 tahun. Demikian juga kalau “dapur”nya adalah kombinasi antara berbagai instrumen, maka perlu diketahui porsi dan bobot masing – masing instrumen, baru dilakukan perhitungan untuk menentukan performance wajar dari produk investasi tersebut.
Analogi mudahnya mungkin seperti ini…kalau dapurnya adalah dapur Soto Lamongan, kecil kemungkinan makanan yang akan keluar dari dapur itu dan disajikan adalah American Style Steaks. Jadi “dapur”, bahan dan cara mengolah investasi tersebut harus sesuai dengan produk yang dihasilkan. Kalau ada yang tidak sesuai, berarti besar kemungkinan ada yang tidak sesuai dengan keterangan dari produk investasi tersebut. Sebagai konsumen dan calon nasabah, kita perlu kritis terhadap hal – hal seperti ini.
Kita perlu lebih kritis lagi untuk menilai penawaran produk investasi atau yang serupa investasi dan tidak mudah tergiur dengan iming – iming keuntungan belaka. Mulailah berpikir ‘dapur”nya dimana nih, “bahan – bahan”nya apa saja, ok gak nih cara “mengolahnya’, siapa “koki”nya dan logis tidak antara hasil yang dijanjikan dengan semua “bahan” dan proses yang masuk ke “dapur” investasi tersebut. Jadilah calon nasabah yang kritis 🙂 Uang anda, hasil kerja keras dan tanggung jawab anda…buatlah keputusan investasi setelah anda benar – benar mengerti dan paham.