Setelah kita membahas tentang apa perbedaan mendasar antara perencanaan keuangan konvensional dan perencanaan keuangan syariah, maka pembahasan berikutnya adalah tentang mendudukkan perencanaan keuangan dalam perspektif Islam. Bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap perencanaan keuangan ? Sebelum kita lanjut, apabila saya menyebutkan perencanaan keuangan dalam artikel ini, itu artinya adalah perencanaan keuangan syariah.
Untuk menjawab hal ini, pertama, kita harus mendudukkan perencanaan keuangan ini dalam salah satu dari 2 golongan besar amalan, yaitu ibadah wajib dan muamalah. Para ulama dan cendekiawan Islam mendudukkan perencanaan keuangan ini ke dalam muamalah. Muamalah sendiri berkaitan erat dengan hubungan antar manusia, baik itu orang perseorangan maupun antar badan hukum. Karena perencanaan keuangan dimasukkan dalam golongan muamalah, maka hukumnya mengikuti kaidah umum muamalah yaitu, semua diperbolehkan kecuali ada larangan. Maka, sederhananya, kalau ditanya apa hukum melakukan perencanaan keuangan, maka hukumnya adalah diperbolehkan.
Walaupun hukumnya adalah diperbolehkan, yang artinya boleh dilakukan atau tidak, dalam perencanaan keuangan itu sendiri banyak keutamaan – keutamaan. Keutamaan ini akan sangat menunjang pelaksanaan hal – hal yang bersifat wajib dan menghindarkan dari hal – hal yang dilarang Allah. Oleh karena itu, harus disadari bagi muslim bahwa melaksanakan perencanaan keuangan yang baik, itu boleh jadi mengandung dan mengundang kebaikan di dunia dan pahala untuk akhirat nanti.
Perencanaan keuangan adalah merupakan salah satu bagian saja dari muamalah. Mempelajari muamalah sendiri, hukumnya adalah wajib. Dengan kata lain, mempelajari muamalahnya wajib, tapi melaksanakan perencanaan keuangannya boleh dilakukan dan boleh tidak. Hal ini disebabkan karena penggunaan muamalah itu tidak hanya terbatas pada perencanaan keuangan saja. Muamalah mencakup segala hal yang berhubungan dengan hubungan antar manusia, dan manusia dengan lembaga.
Orang yang ingin melakukan perencanaan keuangan, sebaiknya berusaha untuk memahami muamalah, walaupun dimulai dari hal – hal yang sederhana. Mengapa hal ini penting untuk dilakukan ? Mari kita lihat beberapa contoh sederhana dalam praktek perencanaan keuangan yang rujukannya harus dengan memahami muamalah.
Contoh pertama, tentang prioritas alokasi pendapatan bulanan. Apa saja yang merupakan kewajiban yang perlu didahulukan pembayarannya ? Apabila kita paham tentang muamalah, maka yang pertama harus diperhatikan adalah tentang pembayaran zakat, yang hukumnya adalah wajib bagi yang telah memenuhi nishab dan haulnya.
Contoh kedua, tentang utang.Mana yang harus didahulukan, bayar utang atau menabung ? Dengan memahami tentang muamalah, maka kita memiliki rujukan yang jelas. Membayar utang itu wajib hukumnya dilakukan apabila kita memiliki kemampuan untuk melakukannya. Menunda – nunda pembayaran utang padahal mampu, adalah perbuatan dzalim. Secara sengaja tidak membayar utang, dengan itikad yang kurang baik adalah perbuatan dosa. Menabung itu hukumnya mubah atau diperbolehkan. Masalah kemudian bahwa hutang itu adalah berupa cicilan, dan dari pendapatan yang didapat itu masih memungkinkan untuk menabung, maka itu adalah masalah teknis dan kasus per kasus.
Contoh ketiga, tentang investasi. Investasi memiliki banyak bentuk, skema dan instrumen. Mungkin saja, untuk mencapai tujuan – tujuan keuangan, kita tertarik menggunakan berbagai bentuk, skema dan instrumen itu. Pengetahuan tentang muamalah dalam hal ini menjadi krusial, karena walaupun kita bisa meminta pendapat ahli, itu tidak menggugurkan kewajiban kita untuk mengetahui secara pasti apa yang akan kita lakukan dalam hal investasi. Karena mungkin, investasi yang kita lakukan melibatkan banyak akad.
Dengan memahami muamalah, kita bisa memahami dan menilai skema, bentuk dan instrumen investasi yang ada tersebut mengandung maisyir, aniaya pada pihak lain, gharar, hal yang haram, riba dan hal yang bathil. Dengan paham muamalah, kita bisa terhindar dari dosa dan kesalahan dalam praktek perencanaan keuangan yang dilakukan.
Dengan keterkaitan seperti contoh – contoh diatas, maka melakukan perencanaan keuangan dan mempelajari tentang muamalah, harus dilakukan secara bersamaan. Bahkan lebih baik lagi apabila ilmu mendahului amal. Mulai memahami muamalah, kemudian mengaplikasikannya dalam perencanaan keuangan.
Adalah kewajiban kita untuk menyadari bahwa mempelajari tentang muamalah adalah salah satu kewajiban kita dan walaupun sedikit sedikit dan bertahap, kita berupaya terus untuk memperlajarinya.