Gejala Uang…

Berurusan dengan uang dan berurusan dengan urusan uang orang lain juga berarti punya akses kepada hal – hal yang mungkin tidak nampak di permukaan. Itu yang saya alami. Berbagai hal terjadi yang awalnya disebut sebagai masalah keuangan, ternyata setelah dicari akar permasalahannya, bukan semata karena masalah uang. Uang jadi gejala saja,. Uang jadi salah satu indikator mudah adanya masalah. Ditambah lagi dengan masih sensitifnya bicarakan uang.  Uang,sering dianggap sebagai inti dari permasalahan yang sedang dihadapi, padahal sebenarnya bukan.

Sebelum saya melanjutkan cerita lebih lanjut, harus disclaimer dulu, bahwa apapun yang diceritakan disini masih berada dalam koridor kerahasiaan. Bahwa kemiripan cerita dan lain lain sebagainya hanyalah satu kebetulan saja. Karena bukan 1 atau 2 kali saya menemukan kisah yang mirip. Membuktikan bahwa sebenarnya bahwa masalah – masalah yang dihadapi oleh manusia sebenarnya banyak persamaannya. Oleh karena itu para inspirator dan motivator selalu menganjurkan bahwa kita tidak boleh merasa seperti orang paling susah saat menghadapi masalah. Selalu positive thinking dan bersiap untuk bangkit. Karena boleh jadi ada orang lain yang mengalami hal yang sama dengan kita, boleh jadi ada yang lebih menderita.

Suatu waktu, saya pernah didatangi oleh perwakilan sebuah keluarga. Dia mewakili pihak istri. Dia bertanya bisakah membagi warisan dilakukan saat para pihak masih hidup ?  Tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan. Orang yang masih hidup hanya bisa membuat wasiat, akan tetapi harta warisan hanya bisa dibagikan kepada ahli waris setelah yang mewariskan meninggal, itupun setelah dikurangi biaya penyelenggaraan jenazahnya, hutang – hutangnya dan atau janji atau pesannya yang menyangkut harta, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum waris.

Saya bertanya pada perwakilan itu, apakah suami dan istri masih hidup ? “Oh, masih hidup, Bu. Alhamdulillah dalam keadaan sehat”. Lalu kenapa ada pikiran mau dibagi hartanya ? “Ya, Bu. Barusan ketahuan kalau bapak menikah lagi, tanpa sepengetahuan ibu. Jadi kami dari pihak ibu, ingin memastikan bahwa hak hak ibu tidak tercampur, tidak kebawa ke istri yang kedua, ibu tidak disia – siakan”.

Nah, ini yang saya sebut sebagai gejala uang. Sebenarnya masalah intinya adalah tindakan bapak yang menikah sembunyi – sembunyi, itu mungkin yang menjadi pokok pangkal kekhawatiran dan kegeraman dari salah satu pihak, akan tetapi yang muncul ke permukaan adalah masalah uang, langsung lompat ke masalah membagi warisan, saat kedua belah pihak masih segar bugar. Berapa banyak hal yang seperti ini pernah kita lihat di sekitar kita.

Saya tidak bermaksud untuk menjadikan ini sebagai tulisan pro kontra berpoligami. Yang lebih penting untuk kita simak adalah, bahwa masalah keuangan sering timbul ke permukaan sebagai gejala dari masalah lain yang lebih dalam. Jadi, pada saat suatu masalah dilabel sebagai masalah keuangan, boleh jadi kita harus menggali lebih dalam, karena inti masalahnya mungkin bukan disitu.

Contoh lain lagi, seorang suami mengkonsultasikan keadaan keuangan keluarganya. Suami istri sama – sama berpendidikan tinggi, akan tetapi karena punya anak 4 orang, maka istri memilih untuk tidak bekerja kantoran dan berwirausaha. Suami punya posisi yang baik di instansi pemerintah tempatnya bekerja. Untuk kehidupan sehari – hari cukup. Sang suami terpaksa membuka permasalahan ini, karena sudah 7 kali istrinya menggunakan aset keluarga untuk modal usaha bersama rekan – rekannya. Masalahnya,7  kali itu juga usahanya gagal, karena silau dengan iming – iming untung besar, padahal usaha belum pasti.  Dari 7 kali itu, beberapa kali tertipu. Dan 7 kali itu juga aset keluarga, termasuk juga beberapa aset keluarga suami ikut amblas tak tentu rimbanya.  Berkali – kali diingatkan, tetap tidak bisa melihat kenyataan. Kali ini istri yang ke 8 kalinya memaksa ingin menggunakan surat rumah yang mereka tinggali untuk dijaminkan guna memperoleh modal usaha dengan rekan – rekannya. Dari pantauan suami, skema yang ditawarkan dalam bisnis ini tidak jauh beda dengan yang sebelum – sebelumnya. Tajam aroma abal – abal.

Dipermukaan yang tampak adalah masalah keuangan. Istri terlalu berani mengambil resiko bisnis tanpa pengetahuan dan perhitungan yang matang. Akibatnya satu demi satu aset keluarga, termasuk aset keluarga besar berpindah ke tangan orang lain guna menutupi rugi usaha dan hutang.  Tapi apakah benar masalahnya ada di situ ? Boleh jadi, langkah berani sang istri merupakan salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi diri, mungkin ada sejarah keuangan yang dia bawa dari pola asuhnya yang mengakibatkan dia berulang kali melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Mungkin juga suami kurang tegas setelah periwstiwa hilangnya aset yang pertama dan selanjutnya. Pengakuannya, “Saya gak tega keras pada istri saya karena dia mau hidup susah dengan saya dulu dan kami punya 4 anak”. Akibatnya, istri tahu bahwa betapapun besar masalah yang dibuatnya, maka suami akan berusaha menyelamatkannya. Dan sayangnya, hal itu digunakan untuk mengulangi lagi tindakan yang tidak bertanggung jawab itu. Maka solusi dari permasalahan ini bukan hanya masalah penyelamatan aset terakhir, akan tetapi juga bagaimana memperbaiki dinamika antara suami istri yang sudah terlanjur kusut . Mungkin masalahnya ada di komunikasi antara keduanya, kepercayaan diri  dan perasaan dihargai.

Gejala uang bisa muncul secara nyata, ataupun dari hal – hal yang sering tidak terlampau nyata.  Saat merasa ada masalah keuangan, maka periksa lagi, apakah ini inti masalahnya, ataukah hanya gejala saja ? Perbaiki masalahnya dan jangan hanya kasih obat penghilang gejalanya saja. Bertanyalah secara kritis setiap kali merasa ada masalah keuangan : ini memang masalahnya, atau kah ini hanya gejala keuangan saja ?

Yuk ngobrol lebih lanjut tentang hal ini. Saya ada di @FabFebi ,tinggalkan comment di www.fabfebi.com atau di akun socmed FB saya.

 

One comment Add yours

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *