Untuk memahami mengapa sebagian orang gemar berutang, maka kita perlu mengerti siklus utang atau debt cycle. Debt cycle adalah suatu siklus yang biasanya dimulai dengan hidup diatas kemampuan, kemudian pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Solusi yang sering digunakan untuk mengatasi hal ini adalah berutang, yang kemudian terjadi berulang – ulang. Siklus ini biasa terjadi karena berbagai alasan. Dari mulai karena keputusan keuangan yang buruk, atau karena suatu keterpaksaan yang mendesak.
Kemudahan akses kepada fasilitas pinjaman, baik itu berupa orang – orang yang bisa dipinjami uang, kartu kredit, maupun yang sedang marak saat ini yaitu pinjaman online, makin mendorong kecenderungan orang untuk mejadikan meminjam atau berutang sebagai solusi dari masalah keuangannya.
Kebiasaan atau kegemaran untuk berutang biasanya dimulai dari nominal kecil yang semakin hari semakin meningkat apabila tidak ada perubahan cara mengatur keuangan atu mengelola gaya hidup. Ada rasa percaya diri pada orang yang terbiasa berutang yang akan semakin besar dengan makin seringnya pengulangan tindakan berutang tadi.
Saat sudah masuk makin jauh dalam siklus utang, maka kecenderungan untuk berutang dan berutang lagi makin besar, makin terbiasa, makin percaya diri, makin bisa mentolerir risiko dan juga kecemasan yang menyertai tindakan berutang.
Untuk keluar dari siklus utang bukan hal mudah dan biasanya membutuhkan upaya yang luar biasa untuk melakukannya. Bukan hanya Sebata mengendalikan dan mengatur kembali keuangan, tapi lebih kepada perubahan gaya hidup dan cara hidup yang signifikan. Termasuk perubahan pergaulan, domisili, rumah yang ditinggali, mobil yang dikendarai, hobi yang dilakukan dan lain sebagainya. Keluar dari siklus utang memerlukan upaya ekstra yang tidak biasa – biasa saja. Karena saat kita masuk dalam siklus utang maka sebenarnya keadaan kita tidak baik – baik saja.
Ada beberapa alasan mengapa utang terakumulasi dan terjadi berulang – ulang sampai masuk ke dalam siklus utang atau debt cycle :
- Pengelolaan keuangan yang kurang baik.
Kebiasaan berutang tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh besarnya pendapatan. Artinya, banyak orang denga pendapatan yang memadai, bias terjerat urang dan masuk dalam siklus utang karena pengelolaan keuangan yang kurang baik.
Pengelolaan keuangan yang kurang baik akan membuat orang cenderung mengambil keputusan – keputusan yang kurang bijak. Hal ini menyebabkan mereka rentan untuk masuk lebih dalam lagi ke siklus utang dan sulit untuk keluar.
- Perilaku kompulsif
Terakumulasinya utang dan makin seringnya berutang, sering terjadi karena masalah pengendalian pengeluaran dan kebiasaan untuk melakukan keputusan pembelanjaan yang tergesa – gesa dan karena dorongan sesaat. Pengeluaran yang tergesa – gesa dan tidak terkendali akan memacu defisit. Seringnya, solusi termudah untuk kondisi defisit adalah berutang.
- Harga diri dan gengsi
Lingkaran pergaulan yang dipilih oleh seseorang sering menentukan gaya hidupnya. Di era media social dimana orang berlomba – lomba untuk memperlihatkan sisi terbaknya, gengsi sering berperan besar pada keputusan – keputusan keuangan yang dilakukan. Tidak lagi berdasar pada pertimbangan logika dan skala prioritas, tapi lebih kepada pertimbangan gengsi dan keinginan untuk diterima di lingkungan pergaulan tertentu. Gaya hidup yang dilakukan atas pertimbangan gengsi ini, akan cenderung berada diatas kemampuan ekonomi orang tersebut.
- Keperluan mendesak / keharusan
Utang juga bias terjadi dan terakumulasi karena adanya keperluan mendesak yang mengharuskan untuk mendapatkan tambahan dana dengan cepat, dan tidak ada jalan lain selain berutang. Utang karena keperluan dan bukan karena alas an – alas an lain, biasanya dilakukan sebagai the last resort, setelah upaya – upaya lain dilakukan. Misalnya, setelah tidak ada lagi asset yang bias dijual atau digadaikan.
- Berkurangnya pendapatan
Berkurangnya pendapatan dapat serta merta menjadikan porsi pengeluaran menjadi lebih besar dari pendapatan. Berkurangnya pendapatan menjadi berbahaya apabila dianggap enteng sebagai peristiwa jangka pendek yang akan kembali normal dengan cepat. Terakumulai utang terjadi karena lambat merespon berkurangnya pendapatan dengan perubahan gaya hidup yang akan tercermin pada pembelanjaan / pengeluaran yang dilakukan.
- Perceraian
Perceraian membawa banyak pengaruh pada keuangan kedua belah pihak yang terlibat didalamnya. Perubahan penghasilan dan pengaturan keuangan, pembagian tanggung jawab atas anak dan sampai ke penjualan asset – asset sebagai konsekuensi dari perceraian, dapat menyebabkan tekanan pada keuangan kedua belah pihak yang bisa menyebabkan terakumulasinya utang.
- Kebiasaan Berjudi
Perjudian di era digital ini lebih mudah diakses dan bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Hal ini menyebabkan makin banyaknya orang yang jatuh pada kebiasaan berjudi online, yang tentu saja berdampak negatif pada keuangan. Tidak jarang, untuk membiayai hobi ini, dipenuhi dengan uang pinjaman yang diharapkan akan dilunasi saat memperoleh kemenangan judi. Faktanya, hobi judi makin menjadi, kemenangan jarang terjadi dan utang semakin menumpuk.
- Tidak adanya dana darurat
Utang yang terjadi karena adanya keperluan darurat, seyogyanya dipenuhi dengan menggunakan dana darurat. Dana darurat merupakan pertahanan pertama keuangan keluarga atas kejadian darurat yang memerlukan pengeluaran – pengeluaran yang sifatnya mendadak dan darurat pula. Saat dana darurat tidak tersedia atau kurang memadai, maka keperluan darurat dapat dipenuhi dengan menjual atau menggadaikan asset. Saat 2 hal ini tidak bisa dilakukan, maka utang menjadi pilihan lain yang mudah dilakukan.