Pembahasan tentang apa arti dari uang dan harta yang ada pada kita adalah pembahasan yang tidak ada dalam perencanaan keuangan konvensional. Uang hanya dipandang sebagai materi, benda, hal yang ada untuk memudahkan hidup kita. Uang dapat digunakan untuk apa saja, dapat direncanakan untuk apa saja. Uang adalah hak milik mutlak pemegangnya. Dapat digunakan sekehendak pemegangnya karena itulah miliknya. Tidak ada aturan baku yang mengarahkan apakah boleh uang tersebut digunakan untuk ini atau untuk itu. Ada kebebasan yang hampir mutlak dalam penggunaan uang oleh pemegang / pemiliknya.
Keuangan syariah memiliki konsep yang sangat berbeda dalam hal memandang uang dan harta. Harta dalam Islam adalah titipan Allah dan bukan milik mutlak manusia. Manusia hanya memiliki hak guna, hak pakai dan hak mengelola untuk memenuhi keperluannya. Dalam hak – hak yang diberikan itu manusia itu tidak boleh melanggar hak – hak Allah. Manusia hanya dititipi, bukan pemilik mutlak, bukan siapa – siapa dan bukan apa – apa.
Sepintas lalu, konsep harta sebagai titipan ini seperti konsep yang menafikan usaha manusia dalam memperoleh harta dan uang. Akan tetapi, akar dari konsep ini adalah kesadaran bahwa tiada daya dan upaya manusia melainkan atas izin dan kekuatan yang Allah berikan. Meletakkan Allah sebagai nomor satu dalam kehidupan, dan mengaplikasikan itu dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam harta dan keuangan.
Dengan “dicabut”nya “kekuasaan” manusia atas uang dan harta yang ada padanya, akan membawa konsekuensi yang besar dalam bagaimana menyikapi uang dan harta.Yang tadinya diakui sebagai milik mutlak, sekarang harus menyerahkan diri dalam kesadaran bahwa uang dan hartanya itu hanya titipan Allah. Dengan kesadaran ini maka akan berbeda pula cara kita mendapatkan, mengelola, berbelanja, berbisnis dan berinvestasi.
Rasa memiliki harta yang cenderung berlebihan, dikikis oleh penyadaran bahwa kita tidak lebih dan tidak kurang adalah seperti tukang parkir. Tukang parkir dititipi banyak mobil, tapi semua itu bukan miliknya. Manusia selalu bernafsu, serakah dan cenderung ingin punya aturan sendiri dalam hal uang dan harta. Hal ini karena manusia merasa atas jerih payahnyalah semua itu datang. Dengan konsep titipan ini, semua menjadi berbeda. Dari jumawa menjadi sadar diri bukan apa – apa. Dari merasa kuasa atas uang dan harta, menjadi sadar ada hak Allah yang mutlak atas harta tersebut. Dari merasa bisa melakukan apa saja, menjadi berpikir tentang apa yang harus dilakukan dengan harta yang Allah titipkan. Ini perubahan sangat besar. Langkah raksasa.